Senin, 12 Oktober 2015

Contoh Usaha Mikro Yang Tumbuh Berkembang


         Mimpi Rangga Umara, pemilik Pecel Lele Lela menjadi pengusaha sukses akhirnya benar-benar terwujud. Meski perjalanan panjangnya yang tidak selalu mulus diawal karir, namun berkat tekat dan kerja kerasnya mengoptimalkan pendapatan, kini ia telah memiliki 92 outlet Pecel Lele Lela di Jakarta, Bandung, dan kota lainnya di Indonesia. Keuntungan yang diraihnya pun mencapai milyaran rupiah per bulan. Meski sama dengan pedagang pecel lele di pinggir jalan namu yang membedakan ialah ia menambahkan nama "LELA" . Faktanya nama "LELA" diambil bukan dari mana anak atau istrinya melainkan dari singkatan "LEBIH LAKU" .  Ia percaya bahwa nama yang bagus akan mendatangkan berkah, sebab nama adalah DO'A. Menurutnya, nama itu dibuat dengan pikiran, bagaimana kalau usahanya nanti ramai dan orang mengantri untuk makan di restorannya nanti.
Pada 2007, Rangga membuka usaha pecel lele pertamanya di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Modalnya didapat dari hasil menjual jam tangan, handphone, parfum, dan alat penggetar perut yang ada di rumah. Totalnya Rp 3 juta. Ia lantas menggandeng temannya yang pintar meracik bumbu.

         Pecel Lele Lela pun terus berkembang. Tak sampai lima tahun, keuntungannya mencapai Rp. 8.2 milyar per bulan. Sungguh luar biasa untuk pengusaha pecel lele.
Dari apa yang sudah dilewatinya. Bagi Rangga, untuk memulai usaha itu seperti masuk kamar Mandi. Tidak perlu mencatat apa saja yang dibutuhkan untuk mandi.
“Coba saja dulu. Kalau sudah masuk nanti juga dipikirkan yang kurang,” jelas rangga.
(sumberhttp://www.kangsigit.com/2014/09/rangga-umara-jualan-pecel-lele-lela.html )

Pada 2007, Rangga membuka usaha pecel lele pertamanya di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Modalnya didapat dari hasil menjual jam tangan, handphone, parfum, dan alat penggetar perut yang ada di rumah. Totalnya Rp 3 juta. Ia lantas menggandeng temannya yang pintar meracik bumbu.

         Pada hari pertama jualan, keuntungan Pecel Lele Lela hanya berkisar sekitar Rp.20 ribu saja, begitupun hari kedua, ketiga, sampai bulan ke lima, hasilnya pun sama saja, bahkan mines. “Pernah sampai 200 ribu, itu pun yang datang adalah keluarganya saja,” jelasnya.

Dengan uang seadanya, Rangga memutuskan pindah tempat. Saat itu, ia membuat gerakan warung sepi di kawasan yang lebih strategis. Ia pun mendatangi pemilik warung sepi untuk diajak kerja sama.
Setelah bernegosiasi dengan pemilik warung, akhirnya pemiliki warung mengajak Rangga menerapkan sistem setoran sebesar satu juta per bulan. Ia menyetujuinya. Warung sepi itu kemudian didesain sedemikian rupa dan diberi poster agar terlihat lebih menarik.
        Dari gerai pertamanya di Pondok Bambu, jualannya tidak terlalu menguntungkan. Bahkan di bulan-bulan ketiga dan kelima keuntungannya malah terus merosot bahkan minus hingga membuat dirinya harus berhutang. Alih-alih mendapatkan untung, Rangga bersama istri dan satu anaknya justru diharuskan pergi dari kontrakan karena Rangga sudah tidak bisa lagi membayar konrakan.
Namun keadaan yang sulit ini tak membuat dirinya putus asa, sarjana Informatika dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandung ini lalu memutuskan untuk membuat Lele Lela lebih professional. Maka, dengan uang seadanya, Rangga kemudian menyewa tempat pada sebuah warung sepi di kawasan yang lebih strategis.
(sumber http://www.kangsigit.com/2014/09/rangga-umara-jualan-pecel-lele-lela.html ) 
         Dengan sistem kerjasama dengan sistem setoran satu juta per bulan, Rangga memulai Lele LeIa dengan konsep yang lebih modern dan menarik. Hasilnya sangat memuaskan, dalam satu bulan pertamanya di tempat baru ini, Lele Lela mampu langsung meraup untung 3 juta rupiah per bulan dan angkanya terus bergerak naik seiring pertambahan gerai Lele Lela. Dan terkait dengan menu-menu baru yang inovasi misalnya lele daun sirih (ini ga ada di buku menu – cuma contoh khayalan) banyak orang terjebak sama produk baru lebih inovasi dan membuat orang mau mencoba tapi setelah itu sudah tidak beli lagi. Memang itulah kesulitan untuk produk-produk yang baru tidak common bagi orang-orang. Kalau mau jualan barang yang baru biasanya ambil marketnya di atas harga mahal tapi kalau mau jual barang yang biasa jual murah main di volume. Tapi kita harus membuat konsumen lebih mudah menerima, semakin cepat pasar menerima semakin ringan bebannya karena kita berkompetisi sama waktu. Kita bisa belajar dari Es Teler 77 dan KFC. Namanya Es teler tapi jualannya kan gak cuma es, ya nasi goreng, ayam, apapun dijual. Begitu juga dengan KFC brandnya memang ayam tapi yakiniku, spageti, es krim. Yang terpenting adalah kita memberikan pintu masuk kepada konsumen untuk mereka lebih mudah tahu untuk produk baru tersebut. Seperti lela yang di persepsikan dengan lele nya namun juga menawarkan menu-menu lainnya. Setelah itu apabila menu tersebut memang tidak bagus penjualannya kita bisa track dari hasil sales dan di revisi. Sebaiknya membuat kalender setahun menu-menu apa yang akan ditampilkan karena segala perubahan di mata konsumen amat penting, permainan display disini perlu diperhatikan agar tidak membosankan.
         Salah satu aspek penting dalam bisnis juga terkait sumber daya manusia. Di awal-awal bisnis seringkali kita mengurus segalanya sendirian tapi semakin membesarnya usaha kita semakin pula rumit deskripsi kerja yang harus kita buat. Kalau dulu cuma satu cabang dikelola sendiri bisa, tapi bagaimana kalau punya 5 cabang, bagaimana kalau 5 di pulau yang berbeda, itu baru lima. Gimana kalau seratus, gimana kalau laku keras, terus ada di setiap negara. Nah ternyata ada hal yang kita harus bagikan juga yaitu sharing. Kalau kita mau berpikir besar jangan sendirian. Bagi-bagi beban. Kebanyakan pengusaha tidak mau membayar orang untuk mengerjakan tugas lain, misal untuk bayar akuntan sebulan lima juta masih banyak yang berpikir mending diurus sendiri deh sayang juga lima juta. Tapi sebenarnya dengan kita dibantu akuntan beban kita berkurang, waktu kita lebih luang jadi sama-sama membantu. Kalau belum mampu menggaji yang sebesar itu, ya kita sharing saja sharedholder misalnya untuk orang yang sama-sama membesarkan usaha kita. Untuk bisa besar kita perlu teamwork bukan superman. Hal berikutnya yang sering terjadi dalam manajemen SDM adalah turnover yang tinggi terutama pada karyawan yang masih muda dan bekerja di UKM yang belum menerima upah UMR. Beberapa hal yang harus diperhatikan dan menjadi domain kita adalah berikan jobdescription yang jelas jangan berbagai peran kita tumpahkan pada dia, lingkungan kerja yang memadai seperti briefing rutin, buat post it divisi, visi misi.
Dalam bisnis kuliner kita perlu perhatikan sustainability dibanding profit seketika, rumusnya omzet dulu tingkatkan, jangan pikirkan dulu profit, setelah itu baru pikirin profit dan bangun sistem. Tips berikutnya adalah jangan fokus main ke retail saja tapi cobalah masuk ke yang lebih besar misalnya industri ke hulu hilirnya agar bisa membuat impact yang lebih besar.
(sumber https://alviancp.wordpress.com/2013/10/09/ngobrol-asik-bareng-rangga-umara-lele-lela/ )
       Dari hasil pembahasan tentang usaha mikro yang tumbuh berkembang,maka diambil kesimpulan :
1. Walaupun pada dasarnya pecel lele lela tidak berbeda dengan penjual pecel lele pada umumnya,namun dengan tangan dingin serta kerja keras sang pemilik Rangga Umara pecel lele dapat menjadi makanan yang mungkin bagi sebagian orang makanan kelas bawah kini menjadi makanan yg bisa dikatakan mewah.
2. Dan kita juga dapat mengambil point penting atas artikel di atas bahwa usaha yang dijalankan dengan sungguh-sungguh akan menjadi sesuatu yang besar. Walaupun jenis usahanya sudah banyak di Indonesia namun pecel lele lela yang mengusung konsep modern mempunyai nilai plus tersendiri.
3.  Dengan proses yang telah dijalani pemilik usaha pecel lele lela tidak bisa dipungkiri bahwa usahanya membawa dampak positif pada pertumbuhan ekonomi mikro di Indonesia. Dan memberi dampak positif juga bagi peternak lele di indonesia. Melihat dari rumah makan pecel lele lela yang mempunyai 42 cabang lebih tidak dapat di pungkiri juga bahwa pecel lele lela sedikit mengurangi angka pengangguran di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar